“Not only does art represent the world — it helps make worlds.”
– Nelson Goodman
Nelson Goodman memandang seni sebagai sistem simbolik yang kompleks, bukan sekadar objek visual. Temukan pemikiran revolusionernya tentang estetika simbolik dan dunia-membuat.
Daftar Isi
- Pendahuluan
- Seni sebagai Sistem Simbolik
- Lima Fungsi Referensial dalam Karya Seni
- Notasi dan Otonomi Estetik
- Dunia-Membuat dan Pluralisme Estetik
- Penutup
Pendahuluan
Dalam dunia filsafat seni, nama Nelson Goodman menjadi salah satu tokoh penting yang mengubah cara kita memahami estetika. Melalui karya monumentalnya Languages of Art (1968), Goodman menghadirkan pendekatan simbolik yang tajam terhadap seni, menantang pandangan konvensional tentang representasi, ekspresi, dan keindahan. Ia memperkenalkan seni sebagai bentuk bahasa — sebagai sistem tanda yang harus "dibaca" dan ditafsirkan secara aktif oleh penikmatnya.
Pandangan Goodman menjadi pijakan penting dalam estetika simbolik karena ia tidak lagi memandang seni sebagai objek pasif untuk diapresiasi secara emosional semata. Sebaliknya, ia menekankan bahwa seni memiliki struktur kognitif dan fungsi epistemologis — yaitu kemampuan untuk menyampaikan pengetahuan. Dengan demikian, seni bukan hanya tentang keindahan, tapi juga tentang makna, simbol, dan cara kita memahami dunia.
Seni sebagai Sistem Simbolik
Nelson Goodman menolak gagasan bahwa seni hanya berfungsi untuk meniru realitas atau membangkitkan emosi. Sebaliknya, ia melihat karya seni sebagai simbol yang memiliki sistem aturan seperti bahasa. Setiap elemen dalam karya seni mewakili sesuatu melalui sistem konvensi yang disepakati dalam konteks budaya atau sejarah tertentu.
Menurut Goodman, simbol dalam seni bisa bersifat representasional (seperti lukisan potret), denotatif (menunjuk langsung pada objek), atau bahkan metaforis. Ia memperluas definisi representasi menjadi "referensi simbolik", di mana suatu simbol tidak harus mirip dengan objek yang diwakilinya, asalkan bisa ditafsirkan dalam sistem tanda tertentu.
Sistem simbolik ini bersifat arbitrer namun bermakna. Artinya, tidak ada hubungan tetap antara bentuk visual atau auditori dengan makna yang diwakilinya, melainkan hubungan tersebut dibentuk secara historis dan budaya. Ini menjadikan interpretasi seni sebagai proses aktif dan kontekstual.
Dengan pendekatan ini, Goodman membuka ruang luas untuk memahami seni lintas budaya dan medium. Sebuah karya dari Jepang abad ke-16 harus dipahami dalam sistem simboliknya sendiri, bukan diukur dengan standar estetika Barat.
Lima Fungsi Referensial dalam Karya Seni
Dalam kerangka semiotiknya, Goodman memperkenalkan lima fungsi referensial utama dalam seni: denotasi, eksplikasi, ekspresi, metafora, dan eksemplifikasi. Masing-masing menjelaskan bagaimana elemen dalam seni merujuk pada sesuatu di luar dirinya.
Denotasi merujuk pada hubungan langsung simbol-objek. Eksplikasi adalah upaya mengungkap makna yang tersembunyi. Ekspresi, dalam pandangan Goodman, bukanlah luapan emosi, melainkan cara simbol merujuk secara sistematis pada kategori emosional.
Metafora memberi makna non-literal, dan eksemplifikasi menjadikan karya seni menunjukkan kualitas dirinya sendiri. Ini mencakup warna, bentuk, hingga tekstur yang secara simbolik mengandung pesan tertentu.
Melalui lima fungsi ini, Goodman menekankan bahwa seni adalah sistem komunikasi yang kompleks, bukan sekadar objek visual. Ia menulis: “Symbols function not just to represent, but to exemplify and express.”
Notasi dan Otonomi Estetik
Salah satu konsep penting dari Nelson Goodman adalah notasi—sistem penulisan dalam seni. Ia membedakan seni dengan sistem notasi formal (musik, tari) dan non-notatif (lukisan, patung). Notasi memungkinkan karya direplikasi secara presisi tanpa kehilangan esensinya.
Dalam musik, sistem notasi memungkinkan komposisi dimainkan ulang di waktu dan tempat berbeda. Notasi menjaga kesinambungan dan identitas karya seni. Goodman melihat ini sebagai kekuatan epistemologis seni, bukan hanya ekspresif.
Ia menulis, “In a notational system, compliance with syntactic and semantic rules ensures identity of reference.” Artinya, ketepatan simbol menjamin konsistensi makna dan rujukan dalam seni notatif.
Konsep ini penting di era digital dan seni konseptual, di mana bentuk fisik tidak lagi menjadi satu-satunya ukuran nilai seni. Otonomi karya terletak pada struktur simboliknya, bukan pada objek itu sendiri.
Dunia-Membuat dan Pluralisme Estetik
Ide paling revolusioner dari Goodman adalah bahwa seni tidak hanya merepresentasikan dunia, tapi juga membuat dunia (worldmaking). Ia menolak pandangan realitas tunggal dan menawarkan pluralisme dunia—banyak cara sah memahami kenyataan.
Menurutnya, setiap karya seni memiliki kekuatan untuk membentuk kerangka baru tentang realitas. Lukisan surealis, misalnya, menciptakan dunia mimpi yang sama sahnya dengan dunia empiris. Seni menjadi bentuk konstruksi realitas alternatif.
Goodman menulis, “Worlds are made by making versions, and versions are made by making choices.” Ini menekankan bahwa dunia seni dibentuk melalui seleksi simbol dan struktur makna yang spesifik.
Dengan pendekatan ini, seni menjadi bagian dari epistemologi. Bukan sekadar hiburan atau ekspresi, tetapi sarana untuk memahami dan membentuk dunia.
Penutup
Pemikiran estetika Nelson Goodman memperluas pemahaman kita tentang seni sebagai sistem simbolik, alat komunikasi, dan pembentuk dunia. Ia membawa seni ke ranah pengetahuan, menjadikannya setara dengan sains dalam kapasitasnya membangun struktur realitas dan makna.
Bagaimana menurut Anda tentang pandangan Goodman? Apakah seni bisa disebut sebagai pencipta dunia seperti ilmu pengetahuan? Tinggalkan komentar Anda dan mari berdiskusi lebih lanjut! Jangan lupa bagikan artikel ini jika Anda merasa ide-ide Goodman layak dikenal lebih luas.

0 Komentar